KABARDAERAH.OR.ID, JAKARTA || 13 Oktober 2024 – Dalam konteks penanganan kejahatan narkotika di Indonesia, pemahaman mengenai kedudukan hukum bagi pengguna narkotika menjadi sangat penting. Dr. Anang Iskandar, SIK, SH, MH, seorang ahli hukum narkotika, menegaskan bahwa ada perbedaan signifikan antara pengedar dan pecandu narkotika yang perlu diperhatikan dalam sistem hukum.
Pengedar vs. Pecandu: Perbedaan yang Krusial
Dr. Anang menjelaskan bahwa pengedar narkotika adalah mereka yang terlibat dalam perdagangan, distribusi, atau penyediaan narkotika dengan tujuan memperoleh keuntungan. Pelaku perdagangan narkotika termasuk dalam kategori kejahatan serius dan diancam dengan hukuman penjara yang berat, sesuai dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009. Hukuman ini dapat mencapai seumur hidup tergantung pada jenis dan jumlah narkotika yang terlibat.
Sebaliknya, pengguna narkotika untuk konsumsi pribadi dianggap sebagai individu yang memerlukan perawatan dan rehabilitasi. “Pecandu adalah korban dari ketergantungan yang harus diperlakukan dengan pendekatan rehabilitatif, bukan sebagai pelanggar hukum yang layak dijatuhi hukuman penjara,” tegas Dr. Anang.
Kedudukan Hukum dalam Sistem Peradilan
Dalam praktiknya, sistem peradilan sering kali menghadapi tantangan dalam membedakan antara pengedar dan pengguna narkotika. Kasus-kasus selebriti yang terjerat hukum sering menunjukkan bahwa pengguna narkotika dapat diperlakukan sama dengan pengedar, padahal mereka seharusnya mendapatkan dukungan untuk rehabilitasi. “Pasal 127 UU Narkotika mengatur bahwa pengguna narkotika untuk konsumsi pribadi harus diberi kesempatan untuk menjalani rehabilitasi. Ini adalah mandat hukum yang harus dipatuhi oleh hakim,” kata Dr. Anang.
Pentingnya Rehabilitasi dalam Penanganan Pengguna Narkotika
Rehabilitasi menjadi solusi yang lebih manusiawi untuk pengguna narkotika. Dr. Anang menjelaskan bahwa pendekatan rehabilitasi tidak hanya membantu pecandu pulih dari ketergantungan, tetapi juga mempersiapkan mereka untuk kembali ke masyarakat sebagai individu yang produktif. Dengan perawatan yang tepat, pecandu dapat mengatasi masalah yang mendasari penyalahgunaan narkotika dan mengurangi risiko kekambuhan.
M. Ridho, Sekjend Forum Reporter dan Jurnalis Republik Indonesia (FRJRI), menambahkan bahwa masyarakat perlu diajari untuk tidak menstigma pengguna narkotika. “Kita harus melihat pengguna narkotika sebagai individu yang perlu dibantu, bukan sebagai kriminal. Ini adalah langkah awal untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi mereka yang terjebak dalam ketergantungan,” ungkap Ridho.
Kebijakan Hukum yang Harus Diterapkan
Pemerintah perlu mengembangkan kebijakan yang lebih jelas dan efektif untuk memisahkan pengedar dari pecandu. Dr. Anang mengusulkan agar hakim dan aparat penegak hukum diberikan pelatihan yang lebih mendalam mengenai perbedaan antara pengedar dan pecandu. “Hal ini penting agar mereka dapat mengambil keputusan yang tepat berdasarkan kondisi setiap individu yang dihadapi di pengadilan,” ungkapnya.
Pemerintah juga disarankan untuk memperluas akses ke program rehabilitasi yang berkualitas. Dengan menyediakan fasilitas rehabilitasi yang memadai, pengguna narkotika yang tergolong pecandu dapat mendapatkan perawatan yang diperlukan untuk pulih. “Kita harus memastikan bahwa setiap pecandu memiliki akses ke perawatan yang diperlukan, sehingga mereka tidak jatuh ke dalam siklus penyalahgunaan yang berulang,” tambah Dr. Anang.
Dukungan Masyarakat dan Keluarga
Dukungan dari keluarga dan masyarakat sangat penting dalam proses rehabilitasi pengguna narkotika. M. Ridho menekankan bahwa keluarga harus berperan aktif dalam memberikan dukungan emosional dan psikologis kepada anggota keluarga yang berjuang dengan ketergantungan. “Penting bagi keluarga untuk memahami bahwa penyalahgunaan narkotika adalah masalah kesehatan yang memerlukan pendekatan yang penuh kasih sayang dan dukungan,” katanya.
Masyarakat juga harus dilibatkan dalam upaya rehabilitasi dengan menciptakan lingkungan yang lebih inklusif bagi pengguna narkotika. “Kita perlu mendorong masyarakat untuk lebih terbuka dan menerima pengguna narkotika yang sedang dalam proses pemulihan. Ini akan sangat membantu mereka untuk kembali ke masyarakat dengan lebih baik,” tambah Ridho.
Peran Edukasi dalam Pencegahan
Edukasi menjadi faktor kunci dalam memisahkan pengedar dari pecandu. Program pendidikan yang menyasar anak-anak dan remaja harus diperkuat untuk memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai bahaya narkotika dan risiko penyalahgunaan. “Masyarakat yang teredukasi akan lebih mampu mencegah penyalahgunaan narkotika sejak dini, sebelum masalah menjadi lebih serius,” ujar Dr. Anang.
Kampanye penyuluhan yang menyasar komunitas lokal juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang perbedaan antara pengguna dan pengedar narkotika. “Dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat, kita dapat mengurangi stigma yang sering dialami oleh pecandu dan memberikan mereka kesempatan untuk mendapatkan bantuan,” kata Ridho.
Menuju Penanganan yang Lebih Manusiawi
Kedudukan hukum bagi pengguna narkotika harus dikelola dengan hati-hati untuk memisahkan mereka dari pengedar. Dengan penegakan hukum yang adil dan pendekatan rehabilitasi yang tepat, Indonesia dapat menciptakan sistem yang lebih efektif dalam menangani masalah narkotika.
Dalam penanganan masalah narkotika, penting untuk memisahkan pengguna dari pengedar dalam sistem hukum. Dengan kebijakan yang tepat, dukungan masyarakat, dan edukasi yang memadai, Indonesia dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi pecandu narkotika untuk mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan. “Dengan memahami perbedaan antara pengedar dan pecandu, kita dapat membangun sistem hukum yang lebih adil dan manusiawi, serta memberikan kesempatan kedua bagi mereka yang terjebak dalam penyalahgunaan narkotika,” tutup Dr. Anang.
( Red )
Eksplorasi konten lain dari Kabar Daerah
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.