KABARDAERAH.OR.ID, KETAPANG – Warga dari tiga desa di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, menuntut penutupan PT SMS dan PT Mukti Plantation akibat dugaan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia. Masyarakat Desa Penjawaan, Desa Sandai, dan Desa Mensubang mendesak pemerintah daerah agar segera mencabut izin operasional kedua perusahaan perkebunan tersebut.
Menurut warga, PT SMS dan PT Mukti Plantation telah melakukan berbagai pelanggaran serius, termasuk intimidasi terhadap korban kecelakaan kerja dan penyerobotan lahan milik masyarakat. Warga melaporkan bahwa perusahaan, bersama dengan oknum pejabat desa dan anggota kepolisian, mendatangi rumah para korban kecelakaan kerja dan menekan mereka untuk mencabut surat kuasa yang telah diberikan kepada ketua koperasi.
Salah seorang korban mengungkapkan bahwa mereka diancam dengan biaya besar dan kerumitan hukum jika tetap melanjutkan laporan terkait kecelakaan kerja. “Kami diintimidasi untuk mencabut surat kuasa. Mereka mengatakan proses hukum akan sangat rumit dan mahal jika kami terus melawan,” ujarnya tanpa menyebutkan nama.
Selain intimidasi, masyarakat menuduh PT SMS dan PT Mukti Plantation telah melakukan penyerobotan lahan tanpa adanya sosialisasi terkait izin usaha perkebunan maupun hak guna usaha. Sebanyak 2.279 warga dengan tegas menolak keberadaan kedua perusahaan tersebut dan menyebut tindakan mereka sebagai perampasan hak-hak rakyat.
“Kami merasa dijajah dan diintimidasi oleh perusahaan. Mereka merampas lahan kami tanpa izin yang jelas,” tegas salah satu perwakilan warga.
Meskipun pemerintah Kabupaten Ketapang telah memberikan tiga kali teguran keras, masyarakat merasa tindakan tersebut belum cukup. Mereka mendesak pemerintah untuk segera menutup operasional perusahaan, bahkan mengancam akan mengambil tindakan sendiri jika tidak ada respons tegas dari pemerintah.
“Kami siap bertindak jika pemerintah tidak segera menutup kedua perusahaan ini,” ujar salah satu juru bicara warga.
Masyarakat juga mencurigai adanya pelanggaran dalam proses izin mendirikan bangunan (IMB) dan hak guna bangunan (HGB) yang tidak sah oleh kedua perusahaan. Kasus ini telah dilaporkan ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN serta Dirjen Perkebunan, dan masyarakat berkomitmen untuk mengawal hingga tuntas.
“Kami tidak akan tinggal diam saat hak-hak kami dilanggar. Kami akan memperjuangkan keadilan ini hingga ke pengadilan,” tutup perwakilan warga dengan tegas.
Kasus ini mencerminkan ketegangan yang kian memanas antara masyarakat lokal dan perusahaan-perusahaan besar yang diduga melanggar hukum dan hak asasi manusia. (Red)
Sumber:
Sandi Ketua Koprasi dan Wawancara dengan perwakilan masyarakat Desa Penjawaan.Dokumen kesepakatan masyarakat tiga desa terkait penolakan PT SMS dan PT Mukti Plantation.
Eksplorasi konten lain dari Kabar Daerah
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.