KABARDAERAH.OR.ID, BATAM || Kota Batam diguncang dengan terbongkarnya praktik eksploitasi seksual terselubung yang terjadi di salah satu klub malam ternama, Klub Morena. Modus yang digunakan adalah sistem “open BO” berkode CD3, yang dikemas seolah menjadi bagian dari kewajiban pekerjaan. Kasus ini mencuat ke publik setelah pengakuan seorang korban yang dirahasiakan identitasnya, membeberkan pelecehan dan ancaman yang ia alami selama bekerja.
Korban mengungkap bahwa dirinya direkrut oleh agensi tidak resmi berinisial DS, lalu ditempatkan di Klub Morena. Tanpa ada kesepakatan awal, para pekerja perempuan dipaksa mengenakan pakaian vulgar—bikini, bra, dan celana dalam—selama bertugas. Lebih parah, mereka ditekan untuk melayani tamu dengan kode layanan seksual terselubung sebagai bagian dari “aturan kerja”.
“Kami diancam jika tidak mau ikut aturan. Mereka bilang kami tidak bisa keluar karena sudah ‘masuk Morena’. Ini sangat tidak manusiawi,” ujar korban.
Serikat Buruh 1992: Negara Tidak Boleh Tutup Mata
Kejadian ini langsung memicu kemarahan publik dan mendapat respons tegas dari Serikat Buruh 1992. Ketua Serikat, Paestha Debora, SH, menyatakan bahwa praktik tersebut adalah bentuk nyata dari perdagangan manusia dan eksploitasi seksual, yang melanggar berbagai aturan hukum di Indonesia.
“Ini bukan lagi pelanggaran norma kerja. Ini kejahatan terhadap perempuan dan hak asasi manusia,” tegas Debora.
Ia menekankan bahwa agensi DS telah:
- Merekrut pekerja secara ilegal tanpa izin resmi,
- Memaksa pekerja melakukan hal yang di luar perjanjian,
- Mengancam korban saat ingin berhenti.
Tuntutan Penutupan Klub dan Proses Hukum
Serikat Buruh 1992 mendesak agar:
- Agensi DS segera dibubarkan,
- Klub Morena ditutup dan izinnya dicabut bila terbukti terlibat,
- Manajemen klub dan pelaku eksploitasi diproses secara pidana,
- Korban mendapat perlindungan hukum dan psikologis.
“Kami sudah membuka posko aduan untuk korban lain. Kami akan kawal hingga tuntas ke Kementerian Ketenagakerjaan dan Komnas HAM,” ujar Debora.
Tanggung Jawab Pemerintah Dipertanyakan
Serikat dan publik kini menyoroti peran pemerintah dan aparat, khususnya Kemenaker, Disnaker Batam, Polresta Barelang, serta Komnas HAM, yang diminta segera turun tangan.
“Negara tidak boleh menjadi penonton saat perempuan dieksploitasi dengan dalih pekerjaan. Batam darurat agensi ilegal—penindakan harus nyata!” tambahnya.
Hingga berita ini dirilis, belum ada klarifikasi resmi dari pihak agensi DS maupun Klub Morena. Namun gelombang desakan publik agar pemerintah menindak tegas dan membongkar jaringan serupa terus menguat. (*)
Eksplorasi konten lain dari Kabar Daerah
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.













