KABARDAERAH.OR.ID, SURABAYA – PT Berita Istana Negara resmi melaporkan kasus ancaman kekerasan terhadap tim jurnalisnya ke Polda Jawa Timur, Senin (18/11/2024). Laporan tersebut diajukan langsung oleh Direktur Utama PT Berita Istana Negara, Warsito, didampingi Kepala Perwakilan Jawa Timur, Eko Prayitno, dan beberapa anggota tim lainnya.
Ancaman itu diduga dilakukan oleh Ardi Adam Priyadi, yang menyampaikan ancamannya melalui status WhatsApp dan grup media sosial bernama Pasuruan Bersatu. Dalam unggahan tersebut, pelaku menuliskan ancaman yang mengarah pada tindakan kekerasan dengan kalimat, “Mau mengeksekusi dan melubangi kepala serta kaki tim Berita Istana.”
Direktur Utama Warsito menegaskan bahwa ancaman semacam ini tidak hanya membahayakan keselamatan individu tetapi juga melukai kebebasan pers yang menjadi pilar demokrasi. “Kami tidak akan tinggal diam terhadap ancaman ini. Siapa pun yang mengintimidasi tim kami, saya akan berdiri di depan untuk membela. Kami mendukung penuh proses hukum agar pelaku mendapat hukuman setimpal,” ujar Warsito di hadapan awak media.
Tim Berita Istana Laporkan Ancaman Pembunuhan ke Polda Jatim
Dasar Hukum Pelaporan
Laporan ini menggunakan dasar hukum Pasal 29 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang menjelaskan ancaman kekerasan melalui media elektronik. Pelaku, jika terbukti bersalah, dapat dikenai hukuman pidana penjara maksimal 4 tahun dan/atau denda hingga Rp750 juta.
Warsito menambahkan bahwa bukti berupa tangkapan layar status WhatsApp dan unggahan di grup Pasuruan Bersatu telah diserahkan kepada pihak kepolisian sebagai barang bukti. “Kami percaya kepolisian akan bertindak profesional dan adil dalam menangani kasus ini,” tegasnya.
Pendampingan Tim Berita Istana
Laporan tersebut turut didampingi oleh beberapa anggota tim PT Berita Istana Negara, termasuk Khayik Irfan Syah, Paimun Ahmad Nisar, dan Said. Eko Prayitno, Kepala Perwakilan PT Berita Istana Jawa Timur, menyatakan bahwa ancaman ini menjadi perhatian serius karena menyangkut keselamatan jurnalis yang tengah menjalankan tugas.
“Kami menyerahkan sepenuhnya kasus ini kepada kepolisian untuk diproses sesuai hukum. Terima kasih kepada rekan-rekan media yang terus memberitakan kasus ini sehingga menjadi perhatian luas,” kata Eko.
Ancaman Digital dan Kebebasan Pers
Kasus ini mencerminkan tantangan baru yang dihadapi jurnalis di era digital, di mana ancaman kekerasan dapat dengan mudah disebarkan melalui media sosial atau aplikasi pesan instan. Intimidasi ini tidak hanya berpotensi mengancam nyawa, tetapi juga mengganggu kebebasan pers dan hak publik untuk mendapatkan informasi.
Warsito berharap kejadian ini dapat menjadi pembelajaran penting untuk mencegah intimidasi serupa di masa depan. “Kebebasan pers adalah hak yang harus dijaga. Jurnalis tidak boleh bekerja di bawah ancaman. Ini adalah komitmen kami untuk memastikan mereka terlindungi,” ujarnya.
Direktur Utama Berita Istana: “Kami Tidak Akan Tinggal Diam!”
Proses Hukum Berlanjut
Hingga saat ini, Polda Jawa Timur masih mempelajari laporan tersebut untuk menentukan langkah hukum selanjutnya. Bukti-bukti yang telah diajukan akan menjadi dasar untuk menindaklanjuti pelaku sesuai aturan yang berlaku.
Pentingnya Perlindungan untuk Jurnalis
Kasus ini menjadi pengingat bahwa profesi jurnalis memiliki risiko tinggi, terutama dalam menghadapi ancaman yang dapat datang dari berbagai pihak. Dukungan publik dan penegakan hukum yang tegas sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa jurnalis dapat bekerja tanpa rasa takut.
Warsito mengakhiri pernyataannya dengan harapan agar kasus ini menjadi tonggak perlindungan bagi pekerja media. “Kami ingin memastikan bahwa hukum benar-benar hadir untuk melindungi jurnalis. Mereka adalah ujung tombak penyampaian informasi kepada masyarakat, dan mereka harus bekerja dengan aman,” tutupnya. (*)
Eksplorasi konten lain dari Kabar Daerah
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
Respon (6)