KABARDAERAH.OR.ID, DEMAK || Rencana pembangunan jalan tol Semarang-Demak telah disosialisasikan sejak tahun 1997, namun sekian lama tidak ada kabar, sementara proses pelepasan tanah warga dilakukan sejak 2018 dan hingga saat ini sebagian tol Semarang Demak sudah bisa digunakan, namun pembebasan lahan milik warga yang dijadikan proyek untuk jalan tol hingga kini masih menyisihkan segudang permasalahan, pasalnya sampai saat ini banyak warga masyarakat yang mengeluhkan adanya ketidak jelasan tanah mereka yang dijadikan lokasi pembangunan jalan tol. Selain itu dalam menentukan harga ganti rugi juga tidak ada kesepakatan musyawarah bersama tetapi hanya ditentukan sepihak.
Warga masyarakat wonosalam yang terdampak pembangunan jalan tol mengadukan beberapa permasalahan yang hingga saat ini belum ada titik temu terkait ganti untung, bahkan menimbulkan permasalahan baru perihal adanya dugaan intimidasi dari pihak suruhan terhadap warga agar mau dan berkenan untuk menandatangani kesepakatan .
Seperti halnya yang dialami KH(55), NK(50), KM(60), BD(45), KSP(60), AR(48), warga desa Wonosalam Demak yang hingga saat belum ada kepastian dari pihak pengelola pembangunan jalan tol Semarang Demak sehingga akhirnya warga mengadu ke Komnas HAM, melihat banyaknya permasalahan pembangunan tol tersebut terutama terkait ganti untung seperti yang dialami Ahmad Suparwi warga Desa Pulosari Kecamatan Karangtengah Kabupaten Demak beberapa bulan yang lalu hingga banyak menyita perhatian publik bahkan sudah adanya pelaporan ke pihak Kepolisian “Untuk itu kami tetap bertekad bersama warga lain agar hak kami bisa diberikan dengan nilai yang pantas” terang KH, Senin 20/02/2023.
Prof.DR Hanif Nurkholis selaku ahliwaris Hj. Rohmah Desa Loireng Kecamatan Sayung, juga mendampingi Warga Wonosalam yang terdampak pembangunan jalan tol.
Menurutnya, permasalahan yang dialami sebagian warga wonosalam yang terdampak pembangunan jalan tol ini harus benar-benar kita dampingi sampai diberikan haknya sesuai dengan aturan ganti untung dari pihak pengelola proyek tersebut, karena apa yang di berikan tidak sepadan bahkan jauh dari yang diharapkan dengan satu meter dihargai 140 ribu rupiah bahkan juga ada warga yang di klaim tanahnya oleh pengelola sudah terbayarkan.
Karena apapun juga penetapan dari appraisal bahwa penetapan harga adalah merupakan kebohongan publik dan juga penipuan dan itu adalah pelanggaran karena melanggar undang-undang, dan yang dialami warga justru di bawah ketentuan tidak sesuai harga pasar antara 500 ribu sampai 1juta rupiah dan yang terjadi disini per meternya dihargai 140 ribu,150 ribu rupiah dan ini termasuk Negara memiskinkan warganya sendiri. Jelas Hanif.
Banyaknya persoalan, permasalahan yang dialami warga tentunya Pemerintah baik Daerah, Propinsi, Pusat serta wakil rakyat dalam hal ini DPRD, DPR Propinsi, maupun DPR RI harus bisa membantu apa yang menjadi pokok permasalahan warga terkait dampak pembangunan jalan tol Semarang – Demak, karena disinyalir banyak oknum-oknum yang bermain memanfaatkan situasi untuk mengambil keuntungan besar, bahkan ketika apa yang menjadi hak warga harus di berikan sesuai harga pasar mereka akan menerima dan mengikhlaskan tanah mereka untuk pembangunan jalan tol. Ungkap Hanif.
Sementara itu perwakilan Komnas HAM Desiderius Ryan K, Wahyu Pratama Tamba, Surya Ningsih Sinaga selaku penata mediasi HAM MUDA mendatangi lokasi untuk melihat langsung area tanah warga masyarakat yang dijadikan sebagai pembangunan jalan tol Semarang – Demak yang hingga saat ini belum ada penyelesaian terkait ganti untung.
Kami akan melakukan pendekatan dengan cara bermediasi terlebih dahulu dengan pihak-pihak terkait dan besok hari Selasa akan ada pertemuan di kantor Gubernur. Selanjutnya akan kami pertemukan warga terdampak dengan BPN untuk bermediasi. Jelas Riyan.
(Sutarso-Tim)
Eksplorasi konten lain dari Kabar Daerah
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.